Rabu, 08 Agustus 2007
DESAIN MODERN
LAHIRNYA DESAIN MODERN DITINJAU DARI SUDUT PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN
oleh: Rudi Irawanto·
Abstrak
Desain modern merupakan bentuk pemecahan masalah yang dihasilkan dari pengendapan berbagai bidang ilmu dan teknologi. Peranan ilmu pengetahuan modern dalam desain bersumber pada capaian kemajuan metode berfikir yang menempatkan manusia sebagai subjek dan meletakkan rasionalitas sebagai tumpuan pemecahan setiap persoalan. Desain modern pada hakekatnya merupakan bentuk pemecahan masalah yang bersumber pada logika dan rasionalitas yang memperhatikan semangat zaman yang tengah terjadi. Kelahiran desain modern tidak semata-mata disebabkan penetrasi teknologi dan industri dalam dunia desain, akan tetapi merupakan upaya penyatuan berbagai latar belakang ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu berkesinambungan.
Kata kunci: Desain modern, Ilmu pengetahuan
Pada umumnya pembabakan sejarah desain modern dapat dikategorikan dalam 3 tahap perkembangan. Pertama masa proto modern, masa modern, dan masa post modern. Pembabakan sejarah desain tersebut lebih didasarkan pada penetrasi desain dalam sektor industri dan tingkatan peranan ilmu dan teknologi pada dunia desain. Istilah desain modern mulai mengemuka semenjak tahun 1900-an. Pada masa tersebut, yaitu antara tahun 1900-1917, merupakan masa proto modernisme. Proto modernisme atau modernisme dalam tataran awal merupakan akibat panjang dari timbulnya revolusi industri di tahun 1800, yang menghasilkan mesin-mesin pada sektor perindustrian yang pada gilirannya membuahkan praktik produksi dan konsumsi massa di era selanjutnya. Pada tahun 1918 desain modern yang berbasis pada teknologi dan ilmu pengetahuandapat dikatakan mulai berkembang.
Terlepas dari babak pembagian kesejarahan tersebut, kelahiran desain modern dapat ditelusuri dari pencapaian-pencapaian kemajuan dalam ilmu pengetahuan yang menjadi pijakan perkembangannya. Hasil-hasil yang dicapai oleh ilmu pengetahuan merupakan refleksi dari perkembangan pola fikir manusia, yang menempatkan manusia sebagai subjek di alam dan pelaku utama perubahan-perubahan yang terjadi. Penelusuran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan modern dapat dimulai dari penggalian metode-metode berfikir yang telah diajarkan oleh para filsuf Yunani.
Ajaran-ajaran yang dilontarkan oleh para pemikir masa Yunani merupakan akar dari ilmu pengetahuan modern, walaupun konsep yang dibentuknya masih dalam lingkup filosofi. Alam pikir Yunani telah menempatkan manusia sebagai subjek di alam dan menempatkan rasionalitas sebagai pijakan dalam menjawab setiap permasalahan yang muncul. Kelebihan dari metoda berfikir yang pernah diajarkan Plato, Aristoteles, Archimedes, serta Descartes digali kembali pada masa Renaisans pada abad ke-16. Masa Renaisans inilah yang pada hakekatnya merupakan penghidupan kembali keagungan-keagungan masa Yunani dan Romawi, yang menjadi titik awal kebangkitan Barat. Pada konteks yang lebih kecil masa Renaisans merupakan kebangkitan rasionalitas dan logika, yang menjadi dasar ilmu pengetahuan modern pada umumnya.
Pemikiran Masa Yunani dan Relevansinya dengan Desain Modern
Motode berfikir pada masa Yunani merupakan titik mula metode berfikir secara rasional, khususnya di Barat (Eropa). Fenomena ini sejalan dengan cara berfikir desain modern, yang salah satunya mengutamakan cara berfikir, rasional, logis, serta berorientasi pada hasil akhir. Desain dalam konteks modernisme tidak berpijak semata-mata pada intuisi dan standar pribadi yang cenderung subjektif.
Tokoh pertama yang mengajarkan metode berfikir rasional adalah Sokrates (470-339 SM). Sokrates bekerja dengan mengembangkan dan mempratekkan metodologinya dalam mencapai kebenaran yang menurutnya relatif, dengan jalan mengajukan pertanyaan kepada setiap orang yang ditemuinya. Secara umum metode berfikir Sokrates disebut teknik Maeutik, yaitu metode induksi dengan jalan membandingkan banyak definisi secara kritis untuk memperoleh definisi akhir yang dipandang sebagai kebenaran. Ajaran Sokrates ini sejalan dengan metode berfikir dalam desain, yaitu setiap persoalan yang muncul memerlukan analisa sehingga ditemukan identifikasi yang akan melahirkan definisi yang objektif.
Tokoh lain yang turut mempengaruhi pemikiran dalam desain modern datang dari Plato (427-327 SM). Plato mengembangkan metode berfikir dianesis atau metode mengurai. Plato merumuskan tentang dialektika, melalui ketajaman analisis mencari hubungan antara berbagai pengertian, yang kemudian dilakukan pengelompokkan dan selanjutnya diurai menjadi komponen terkecil. Metodologi Plato tersebut menjadi dasar pendidikan desain modern. Metode dialektika Plato merupakan simplifikasi persoalan melalui klasifikasi sistematis. Metoda ini dilakukan utamanya menyangkut persoalan desain yang kompleks dan melibatkan banyak bidang, seperti pada desain-desain rekayasa.
Tokoh filsuf Yunani lainnya yang mengembangkan metode berfikir dan relevan dengan metode berfikir dalam desain adalah Aristoteles (384-322 SM) dan Archimedes (285-12 SM). Aristoteles mengembangkan metode induksi dan deduksi sedangkan Archimedeas mengembangkan proses Heuristik. Metode heuristik tidak semata-mata bertumpu pada logika, akan tetapi memuat analogi, hipotesa, serta intuisi. Intuisi tetap dijadikan salah salah satu metoda pemecahan masalah dalam desain. Pada konteks ini intuisi menjadi salah satu elemen kreatif seorang desainer.
Metode-metoda yang berkembang pada masa Yunani merupakan induk ilmu pengetahuan modern. Metode berfikir tersebut akan digali kembali pada masa Renaisans (1350-1600 M). Penggalian kembali pikiran Yunani pada masa Renaisans merupakan bukti nyata keandalan metode berfikir Yunani, sebagaimana yang dikatakan Imanuel khan, bahwa logika manusia tidak mengalami kemajuan lagi semenjak masa Aristoteles. Metode berfikir Yunani menempatkan manusia sebagai subjek di alam, serta mengandalkan rasionalitas dalam menjawab segala permasalahan yang muncul.
Pada masa sebelum Renaisans logika dan metode berfikir manusia dikendalikan oleh dogma-dogma agama. Sebelum masa renasians kemajuan berfikir dalam sains dan filosofi tidak memberikan sumbangan yang berarti terhadap bidang lainnya, khususnya pada bidang seni rupa dan desain. Kemajuan metoda berfikir pada masa tersebut tidak dibarengi dengan kerjasama yang sifnifikan dengan bidang-bidang lain. Metoda berfikir dan logika yang berkembang hanya berdiri pada bidangnya masing-masing.
Kelahiran desain modern pada hakekatnya ditentukan oleh perkembangan ilmu pengetahuan yang tengah berlangsung. Pada gilirannya ilmu pengetahuan akan melahirkan teknologi yang sangat berperan dalam desain, khususnya pada masa estetika mesin dipenghujung abad ke-19. Estetika mesin merupakan istilah yang muncul untuk menyingkapi gejala-gejala dalam seni dan desain pada awal abad ke-20, yang ditandai dengan menguatnya bentuk-bentuk mekanis pada karya-karya seniman dan perajin. Fenomena estetika mesin dapat dijumpai pada karya seni dan desain, misalnya pada gaya konstruktivisme, futurisme, hingga gaya streamlining.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan setelah masa Renaisans dan Perananya dalam kelahiran Desain Modern
Renaisans merupakan upaya penggalian kembali keagungan budaya-budaya Yunani dan Romawi. Masa Renaisans merupakan masa pisah kebudayaan Barat dengan budaya lain didunia, sekaligus merupakan awal kebangkitan kebesaran Barat. Masa Renaisans ditandai dengan pendewaan rasionalitas dan logika manusia dalam menjawab serangkaian persoalan yang muncul.
Ilmuawan yang berperan dalam pengembangan pengetahuan pada era tersebut diantaranya Gallileo Galillei (1564-1642) yang memperkenalkan metoda eksperimen dengan mempergunakan model. Pengunaan model dalam bereksperimen dalam ilmu pengetahuan merupakan langkah maju, yang berupaya memecahkan masalah tidak hanya bertitik tolak dari metode deduksi dan induksi semata. Langkah ini sangat menunjang pemikiran desain modern dikemudian hari. Penciptaan sebuah desain yang baik, yang dibarengi dengan penggunaan model sebagai titik tolak memungkinkan dalam menentukan alternatif bentuk dan kemungkinan pengembangannya. Pada era modern penggunaan model berkembang dengan pesat dan muncul banyak varian tergantung pada kasus yang ditangani, mulai dari model analog hingga model digital.
Rene Descartes (1556-1650) merupakan peletak dasar berfikir secara rasional. Descartes diakui sebagai bapak filosofi modern. Tujuannya adalah mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan yang lengkap dan eksak yang diperoleh dari penyelidikan terhadap gejala alam (Bertens, 1976: 44). Menurut Descartes yang utama adalah nalar manusia dan ia mengandalkan matematika, yang dianggap sebagai induk berfikir. Metode berfikir dari Descartes dikenal dengan istilah metode cartesian. Menurutnya seluruh isi dunia dapat dianalisa dengan metode geometris analisis, yaitu dunia terdiri dari eliminasi dasar, yang secara matematis dapat dianalisa. Descartes terkenal dengan ungkapannya Cogito ergo sum (saya menyangsikan maka saya ada), berkenaan dengan hal tersebut Descartes terkenal dengan kesangsiannya terhadap segala sesuatu, kecuali terhadap ilmu pasti.
Pengkritik Descartes yang terkenal adalah G.W. Leibniz (1646-1776), yang beranggapan bahwa Cogito bersifat tertutup, dan hanya jiwa yang dapat membuka realitas secara mutlak. Cogito hanya mengenal dirinya sendiri dan idea-idea disekitarnya, sedangkan dunia materiil dikenal secara tidak langsung melalui idea tersebut. Kritikan-kritikan terhadap rasionalisme, yang mengutamakan rasio sebagai sumber utama pengenalan terhadap pengetahuan, mulai bermunculan. Hal ini yang dikemudian hari memunculkan empirisme di Inggris.
Pada penghujung abad ke-16 era rasionalisme Desacartes digantikan oleh oleh empirisme, yang lebih mengutamakan pengalaman sebagai sumber utama pengenalan terhadap pengetahuan. Pengalaman dianggap sebagai sumber pengetahuan. Thomas Hobbes (1568-1679) menganggap bahwa pengalaman inderawilah yang utama dari pada pendekatan ilmu pasti, sebagaimana yang diutarakan Descartes. Pernyataan Hobes pada gilirannya menjadi petanda materialisme dalam kancah filsafat politik. Sikap saling mengusai dan menaklukkan merupakan salah satu inti penyataan hobbes, yang mengingkari eksistensi manusia sebagai makluk sosial. Pernyataan Thomas Hobbes inilah yang menjadi tanda kemunculan empirisme di Inggris. Empirisme sendiri banyak dilotarkan oleh Francis Bacon, yaitu mengutamakan pengalaman sebagai sumber pengenalan atau pengetahuan. Kemunculan empirisme ini bukan berarti keberadaan rasionalitas menjadi tidak berarti, setidaknya menurut Hobbes, rasionalisme merupakan salah satu cara pandang terhadap empirisme.
Pertentangan antara rasionalisme dan empirisme dijembatani oleh penyataan dari John Locke (1632-1704), yang mengutarakan tentang rasionalisne empiris, yang menyatakan bahwa pengetahuan dari pengalaman dan akal bersifat pasif ketika pengetahuan didapatkan, akal tidak melahirkan pengetahuan sendiri. Pendapat dari Locke mendapat kritikan dari Berkeley (1685-1753), akan tetapi rasionalisme empiris tetap berkembang dan memuncak pada masa David Hume (1711-1776).
Masa setelah Renaisans adalah masa pencerahan atau Enlightenment. Pencerahan merupakan suatu massa yang ditandai oleh keluarnya manusia dari kegelapan melalui aufklarung (pencerahan). Pencerahan dapat diartikan sebagai keluar dari masa akil baliq, yang dianggap sebagai suatu kesalahan, yaitu kesalahan yang tidak mau mempergunakan akal (rasionalitas). Masa pencerahan merupakan tahap penting setelah masa Renaisans.
Penggunaan rasionalisme memuncak setelah timbulnya revolusi industri di Eropa, yang ditunjang oleh semangat positivisme dari August Comte (1798-1857). Positivisme mendasarkan kerjanya pada fakta-fakta. Semangat positivisme dituangkan dalam bentuk ‘penyatuan’ beragam ilmu pengetahuan dan filsafat atas dasar kesamaan faktuil dan pengalaman objektif. Semangat positivisme tampak pada semangat era revolusi industri, yang berupaya mempersatukan beragam ilmu pengatahuan sebagai upaya menciptakan inovasi dan teknologi baru. Revolusi industri tersebut berlangsung mulai dari abad ke-18 hingga menjelang abad ke-19. Pada masa tersebut ilmu pengetahuan diangkat sebagai sesuatu yang empiris (dapat dibuktikan), dan menutup terhadap pengalaman yang sifatnya subjektif atau cenderung ke arah metafisika.
Revolusi industri, yang salah satu karya monumentalnya ditemukan mesin uap, pada hakekatnya menggantikan posisi tenaga manusia dan binatang pada sektor manufaktur. Fenomena revolusi industri pada gilirannya mengakibatkan banyak tenaga buruh yang mengganggur di satu sisi, sedangkan disisi yang lain munculnya gelombang industrialisasi yang terbebas dari hambatan geografis. Timbulnya revolusi industri pada gilirannya menimbulkan gelombang anti industri. Penentangan terhadap industrialisasi pada hakekatnya merupakan penentangan terhadap hilangnya aspek humanisme dalam era industri. Pada konteks ini muncul beberapa pemikiran untuk memunculkan kembali sisi humanisme yang mulai ditinggalkan. Isyu ini mulai mengemuka ketika gelombang anti industri juga didukung oleh para seniman dan perajin. Pada sisi filsafat, konsep tentang materialisme mulai mengemuka. Materialisme pada hakekatnya menyikapi hilangnya dimensi manusia dalam sains dan filsafat, walaupun pada prakteknya meterialisme terbagi dalam dua kepentingan yang berbeda. Tokoh materilisme yang utama adalah Karl Marx. Filsafat Marx yang diintroduser dari filsafat Hegel, pada gilirannya mengilhami karya-karya konstruktivisme Rusia dan beberapa karya desain yang beraliran realisme sosialis.
Kelahiran Desain Modern pada hakekatnya merupakan akibat langsung dari perkembangan ekonomi, politik, sosial, dan ilmu pengetahuan yang tengah berlangsung. Penyebaran sains dan gelombang penemuan dan pemikiaran yang merupakan hasil nyata dari renasians di Eropa turut mempengaruhi sendi-sendi budaya yang telah relatif mapan. Pada masa tersebut para seniman dan perajin telah memperoleh tempat yang relatif layak, yang disejajarkan dengan para pengajar dan humanis yang bergerak dibidang teori. Pada masa pra Renaisans seniman sebagimana para artisan lainnya menempati posisi yang lebih rendah dibanding dengan kalangan yang bergerak dibidang teori.
Era Modern Awal dan Gerakan dalam Seni dan Desain
Revolusi industri yang terjadi, khususnya di Inggris, telah menggeser posisi seniman yang relatif baik. Pada era tersebut posisi seniman dan para artisan lainnya menjadi terpinggirkan. Hal ini tampak jelas dalam proses mekanisasi produk-produk manufaktur, yang didalamnya termasuk mekanisasi produk-produk kerajinan. Sesuatu yang sebelum masa revolusi industri masih dikerjakan oleh seniman atau artisan, lambat laun tergeser oleh teknologi. Hal tersebut merupakan suatu yang ironis, mengingat teknologi dilahirkan atas kerja sama antara seniman dibidang praktisi, dan pengajar dan pemikir dibidang teoritis pada era sebelumnya.
Pergeseran yang terjadi akibat revolusi industri adalah tumbuhnya komsumerisme dalam masyarakat. Akibat lain dari revolusi industri menurut Framton adalah adanya lompatan budaya (1750-1900), timbulnya semangat perluasan wilayah (1800-1909), dan perekayasaan industri (1775-1939). Tergesernya seniman akibat revolusi industri memunculkan gerakan anti industri, yang dipelopori oleh John Ruskin dan William Morris (1850-1900). Gerakan anti industri, menyebut dirinya dengan Arts and Craft movement, yaitu gerakan yang berusaha memunculkan kembali seni abad pertengahan, dengan tujuan mempertahankan nilai kriya, makna dekoratif, dan estetika konservatif. Gerakan arts and craft ini berusaha mempertahankan barang buatan tangan. Semangat yang dibawa gerakan ini adalah aspek humanisme dalam sebuah produk yang dirasakan hilang, disamping hilangnya beberapa ornamen yang menjadi karakter keagungan seni kriya Erapa. Mekanisasi produksi tidak memungkinkan penambahan ornament yang rumit dan tidak perlu. Ornamentasi tidak mungkin dilakukan mengingat kapasitas mekanisai produk massal tidak memungkinkan membuat sesuatu yang tergolong rumit.
Setelah gagalnya gerakan arts and craft kemudia disusul kemunculan Art Nouveau (1890-1905). Gerakan ini bersifat lebih rasional dan berupaya mengikuti bakuan industri. Art Nouveau ditandai dengan munculnya bentuk organis yang distilasi dan diabstraksi, yang lebih banyak mempergunakan material logam tempa dan cor. Art nouveau berupaya memulihkan karakter seni kriya Eropa yang cenderung dekoratif dan glamour dalam mekanisme industri yang cenderung organis. Konsep yang dibawa Arts Nouveau merupakan upaya pengangkatan kembali kebesaran budaya Baroque dan Rococo, serta berupaya mengangkat fenomena nilai-nilai estetika ketimuran yang mulai mengemuka sebagai akibat ekspansi perluasan wilayah ke Asia dan Afrika.
Pada awal abad ke-20 gerakan Art Nouveau telah memasuki hampir keseluruhan seni dunia. Keemasasan Art Nouveau berakhir setelah masyarakat merasakan kejenuhan terhadap karya-karya yang ditawarkan. Kuatnya penetarsi industri dalam desain yang mengakibatkan sisi ornamen mulai terpinggirkan. Hal ini terbukti dengan mulai ditinggalkannya unsur-unsur hiasan yang menjadi ciri Art Nouveau. Pada saat yang bersamaan fenomena Horor Vacui dan gagasan ornament and crime dari Adolf loss, mulai menguat, sehingga sisi ornamen diindentikan dengan situasi primitif dan keterbelakangan. Gagasan Loos tentang ornamen pada dasarnya ditujukan kepada kelompok Seccession yang dinilai mendua terhadap ornamen. Seccession merupakan sebuah gerakan dalam arsitektur Austria yang berupaya menghidupkan kembali seni Neoklasik.
Pada sisi lainnya berkembangnya industrialisasi menuntut konsep-konsep baru dalam desain, yang selama ini lebih mengacu pada kebesaran seni abad pertengahan. Pikiran-pikiran tentang modernisme menutut bentuk desain dan konsep estetika baru.
Berakhirnya art nouveau merupakan permulaan munculnya modernisme (1900-1917). Masa peralihan tersebut disebut dengan proto modernisme. Proto modernisme merupakan istilah yang diberikan Penny Sparke (1986), terhadap gejala-gejala desain diawal abad 20, yang mengarah pada kecenderungan mekanisasi produksi yang berupaya mengeliminasi ormanen dan dekorasi yang berlebihan.
Pada tahun 1900 Van de Velde dan Herman Munthesius membentuk sebuah organisasi yang berupaya membangun keserasian antara seni dan industri, yaitu Deutsche Werkbund. Pada tahun 1907 organisasi ini bertugas menyusun standar seni Jerman. Menurut Fredrich Naumann dalam dunia industri perlu adanya penggabungan selaras antara seniman, produsen, dan pejual. Keterpisahan ketiganya merupakan akibat dari berakhirnya seni kriya Eropa, sebagai konsekwensi munculnya industri secara besar-besaran, oleh karena itu estetika baru harus segera ditemukan, dengan memanfaatkan mesin-mesin yang telah ada (Sparke, 1986).
Deutsche Werkbund didirikan pada masa proto modernisme (1907) di Jerman, merupakan lembaga yang berupaya menyeleraskan antara seni, industri dan ketrampilan. Upaya Deutsche Werkbund tersebut ternyata menemui kegagalan, yang terutama diakibatkan oleh ketidaksesuaian ideologi antara Herman Munthesius dan Henry van de Velde. Konsep pemikiran Munthesisus adalah unsur artistik, budaya, dan ekonomi harus menyatu dalam seni terapan. Menurut Munthesius tidak mungkin merubah seni Jerman secara langsung melainkan bagaimana mengubah sesuatu melalui karakter generasi yang hidup pada kurun waktu tertentu. Berkaitan dengan hal tersebut pengungkapan masalah artistik perlu dikaitkan dengan kebangsaan atau nasionalisme. Pikiran-pikiran tersebut mengemuka mengingat pada kurun waktu yang sama industri wilayah Jerman berkembang dengan pesat, tetapi pada sisi lainnya memunculkan semangat separatisme dibeberapa bagian. Pada kurun tersebut Jerman masih berbentuk negara-negara kecil yang cenderung bermusuhan. Federasi Jerman baru terbentuk setelah perang dunia I.
Van de Velde mengungkapkan bahwa seni dan industri tidak mungkinn dapat digabungkan dan bekerja sama demi kepentingan nasional. Industri tidak dapat dikorbankan demi mengejar estetika dan keuntungan. Pertentangan tersebut dianggap sebagai tonggak ketidakmampuan Deutsche Werkbund dalam menjembatani kepentingan seniman dan kebebesan berpekspresi yang semakin menguat. Prinsip-prinsip tentang kebebasan berekspresi ini banyak dilhami oleh konsep rasionalisme empiris yang mulai mengemuka di Jerman.
Berakhirnya Deutsche Werkbund mulai bermunculkan gerakan seni yang berpatokan pada penemuan dibidang ilmu pengetahuan. Diantaranya kelahiran kubisme yang diilhami oleh fisika analitis, surealisme yang ilhami oleh psikoanalisa dari Frued, dan juga futurisme yang mendapat ide dari konsep mekanisasi dan percepatan. Kelahiran desain modern pada sekitar tahun 1918 dibarengi dengan munculnya estetika mesin pada tahun 1920. Pada tahun-tahun tersebut bermunculan beberapa gerakan dalam seni dan desain yang cenderung berkiblat dalam konsep realisme sosialis, yang salah satunya ilhami oleh konsep filsafat materialisme. Estetika mesin dipicu oleh kehancuran akibat perang dunia I. Akibat perang ini memunculkan upaya antuk memproduksi barang secara besar-besaran. Fenomena ini mengisyaratakan bahwa kelahiran desain modern dilatar belakangi oleh perkembangan yang sangat pesat dibidang ilmu pengetahuan.
Penutup
Uraian tersebut berusaha menjabarkan secara singkat kelahiran desain modern yang diawali oleh munculnya proto modern sebagai akibat dari perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang tengah terjadi. Pemikiran-pemikiran yang muncul dimasa Yunani digali kembali pada massa Renaisans dan di lanjutkan hingga era revolusi industri.
Pertentangan-pertetangan yang muncul terhadap teori-teori pengetahuan sebelumnya menyiratkan bahwa terdapat upaya perombakan kearah kemajuan terhadap pola pikir yang mengandalkan rasionalitas. Metode berfikir dari Plato, Aristoteles hingga Descarates, Hobbes, dan John Locke merupakan runtutan yang menghadirkan revolusi industri di kemudian hari. Revolusi industri dengan ditemukannya mesin uap secara tidak langsung mengakibatkan posisi artisan dan para seniman menjadi terancam.
Ancaman industri ini yang memunculkan gelombang anti industri, yang berupaya memulihkan kembali peran seniman, dengan penciptaan barang-barang yang mengandalkan buatan tangan. Gerakan anti industri, yang disusul oleh gerakan art nouveau, mengalami kegagalan menjelang penghujung abad ke-19.
Menjelang abad ke-20 muncul gerakan Deutsche Werkbund, yang berupaya menyelaraskan seni dengan industri. Gerakan inilah yang menjadi cikal bakal munculnya desain modern. walaupun pada akhirnya gerakan ini dinilai gagal, tetapi kemunculannya merupakan tonggak penting terhadap kelahiran desain modern, yang disusul dengan prisip esetika mesin pada tahun 1920. Prinsip esetika mesin inilah yang menjadi titik mula kelahiran desain modern.
DAFTAR RUJUKAN
Bertens, K. 1976. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.
Blackie and Son Ltd. 1977. Topics in Art History The 20th Century. Glasgow: Blackie and Son Ltd.
Heskett, John. Tanpa tahun. Desain Industri. Terjemahan oleh Inddes. 1980. Bandung: Rajawali.
Lamm C. Robert. 1988. Humanities in Western Cultural A Search for Human Values. Iowa: WM C. Brown Publisers.
Sparke, Penny. 1986. An Introduction to Desain and Cultural in Twentieth Century. London: Allen and Un Win.
Walker, John. 1989. Design History and the History of Design. London: Pluto Press.
oleh: Rudi Irawanto·
Abstrak
Desain modern merupakan bentuk pemecahan masalah yang dihasilkan dari pengendapan berbagai bidang ilmu dan teknologi. Peranan ilmu pengetahuan modern dalam desain bersumber pada capaian kemajuan metode berfikir yang menempatkan manusia sebagai subjek dan meletakkan rasionalitas sebagai tumpuan pemecahan setiap persoalan. Desain modern pada hakekatnya merupakan bentuk pemecahan masalah yang bersumber pada logika dan rasionalitas yang memperhatikan semangat zaman yang tengah terjadi. Kelahiran desain modern tidak semata-mata disebabkan penetrasi teknologi dan industri dalam dunia desain, akan tetapi merupakan upaya penyatuan berbagai latar belakang ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu berkesinambungan.
Kata kunci: Desain modern, Ilmu pengetahuan
Pada umumnya pembabakan sejarah desain modern dapat dikategorikan dalam 3 tahap perkembangan. Pertama masa proto modern, masa modern, dan masa post modern. Pembabakan sejarah desain tersebut lebih didasarkan pada penetrasi desain dalam sektor industri dan tingkatan peranan ilmu dan teknologi pada dunia desain. Istilah desain modern mulai mengemuka semenjak tahun 1900-an. Pada masa tersebut, yaitu antara tahun 1900-1917, merupakan masa proto modernisme. Proto modernisme atau modernisme dalam tataran awal merupakan akibat panjang dari timbulnya revolusi industri di tahun 1800, yang menghasilkan mesin-mesin pada sektor perindustrian yang pada gilirannya membuahkan praktik produksi dan konsumsi massa di era selanjutnya. Pada tahun 1918 desain modern yang berbasis pada teknologi dan ilmu pengetahuandapat dikatakan mulai berkembang.
Terlepas dari babak pembagian kesejarahan tersebut, kelahiran desain modern dapat ditelusuri dari pencapaian-pencapaian kemajuan dalam ilmu pengetahuan yang menjadi pijakan perkembangannya. Hasil-hasil yang dicapai oleh ilmu pengetahuan merupakan refleksi dari perkembangan pola fikir manusia, yang menempatkan manusia sebagai subjek di alam dan pelaku utama perubahan-perubahan yang terjadi. Penelusuran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan modern dapat dimulai dari penggalian metode-metode berfikir yang telah diajarkan oleh para filsuf Yunani.
Ajaran-ajaran yang dilontarkan oleh para pemikir masa Yunani merupakan akar dari ilmu pengetahuan modern, walaupun konsep yang dibentuknya masih dalam lingkup filosofi. Alam pikir Yunani telah menempatkan manusia sebagai subjek di alam dan menempatkan rasionalitas sebagai pijakan dalam menjawab setiap permasalahan yang muncul. Kelebihan dari metoda berfikir yang pernah diajarkan Plato, Aristoteles, Archimedes, serta Descartes digali kembali pada masa Renaisans pada abad ke-16. Masa Renaisans inilah yang pada hakekatnya merupakan penghidupan kembali keagungan-keagungan masa Yunani dan Romawi, yang menjadi titik awal kebangkitan Barat. Pada konteks yang lebih kecil masa Renaisans merupakan kebangkitan rasionalitas dan logika, yang menjadi dasar ilmu pengetahuan modern pada umumnya.
Pemikiran Masa Yunani dan Relevansinya dengan Desain Modern
Motode berfikir pada masa Yunani merupakan titik mula metode berfikir secara rasional, khususnya di Barat (Eropa). Fenomena ini sejalan dengan cara berfikir desain modern, yang salah satunya mengutamakan cara berfikir, rasional, logis, serta berorientasi pada hasil akhir. Desain dalam konteks modernisme tidak berpijak semata-mata pada intuisi dan standar pribadi yang cenderung subjektif.
Tokoh pertama yang mengajarkan metode berfikir rasional adalah Sokrates (470-339 SM). Sokrates bekerja dengan mengembangkan dan mempratekkan metodologinya dalam mencapai kebenaran yang menurutnya relatif, dengan jalan mengajukan pertanyaan kepada setiap orang yang ditemuinya. Secara umum metode berfikir Sokrates disebut teknik Maeutik, yaitu metode induksi dengan jalan membandingkan banyak definisi secara kritis untuk memperoleh definisi akhir yang dipandang sebagai kebenaran. Ajaran Sokrates ini sejalan dengan metode berfikir dalam desain, yaitu setiap persoalan yang muncul memerlukan analisa sehingga ditemukan identifikasi yang akan melahirkan definisi yang objektif.
Tokoh lain yang turut mempengaruhi pemikiran dalam desain modern datang dari Plato (427-327 SM). Plato mengembangkan metode berfikir dianesis atau metode mengurai. Plato merumuskan tentang dialektika, melalui ketajaman analisis mencari hubungan antara berbagai pengertian, yang kemudian dilakukan pengelompokkan dan selanjutnya diurai menjadi komponen terkecil. Metodologi Plato tersebut menjadi dasar pendidikan desain modern. Metode dialektika Plato merupakan simplifikasi persoalan melalui klasifikasi sistematis. Metoda ini dilakukan utamanya menyangkut persoalan desain yang kompleks dan melibatkan banyak bidang, seperti pada desain-desain rekayasa.
Tokoh filsuf Yunani lainnya yang mengembangkan metode berfikir dan relevan dengan metode berfikir dalam desain adalah Aristoteles (384-322 SM) dan Archimedes (285-12 SM). Aristoteles mengembangkan metode induksi dan deduksi sedangkan Archimedeas mengembangkan proses Heuristik. Metode heuristik tidak semata-mata bertumpu pada logika, akan tetapi memuat analogi, hipotesa, serta intuisi. Intuisi tetap dijadikan salah salah satu metoda pemecahan masalah dalam desain. Pada konteks ini intuisi menjadi salah satu elemen kreatif seorang desainer.
Metode-metoda yang berkembang pada masa Yunani merupakan induk ilmu pengetahuan modern. Metode berfikir tersebut akan digali kembali pada masa Renaisans (1350-1600 M). Penggalian kembali pikiran Yunani pada masa Renaisans merupakan bukti nyata keandalan metode berfikir Yunani, sebagaimana yang dikatakan Imanuel khan, bahwa logika manusia tidak mengalami kemajuan lagi semenjak masa Aristoteles. Metode berfikir Yunani menempatkan manusia sebagai subjek di alam, serta mengandalkan rasionalitas dalam menjawab segala permasalahan yang muncul.
Pada masa sebelum Renaisans logika dan metode berfikir manusia dikendalikan oleh dogma-dogma agama. Sebelum masa renasians kemajuan berfikir dalam sains dan filosofi tidak memberikan sumbangan yang berarti terhadap bidang lainnya, khususnya pada bidang seni rupa dan desain. Kemajuan metoda berfikir pada masa tersebut tidak dibarengi dengan kerjasama yang sifnifikan dengan bidang-bidang lain. Metoda berfikir dan logika yang berkembang hanya berdiri pada bidangnya masing-masing.
Kelahiran desain modern pada hakekatnya ditentukan oleh perkembangan ilmu pengetahuan yang tengah berlangsung. Pada gilirannya ilmu pengetahuan akan melahirkan teknologi yang sangat berperan dalam desain, khususnya pada masa estetika mesin dipenghujung abad ke-19. Estetika mesin merupakan istilah yang muncul untuk menyingkapi gejala-gejala dalam seni dan desain pada awal abad ke-20, yang ditandai dengan menguatnya bentuk-bentuk mekanis pada karya-karya seniman dan perajin. Fenomena estetika mesin dapat dijumpai pada karya seni dan desain, misalnya pada gaya konstruktivisme, futurisme, hingga gaya streamlining.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan setelah masa Renaisans dan Perananya dalam kelahiran Desain Modern
Renaisans merupakan upaya penggalian kembali keagungan budaya-budaya Yunani dan Romawi. Masa Renaisans merupakan masa pisah kebudayaan Barat dengan budaya lain didunia, sekaligus merupakan awal kebangkitan kebesaran Barat. Masa Renaisans ditandai dengan pendewaan rasionalitas dan logika manusia dalam menjawab serangkaian persoalan yang muncul.
Ilmuawan yang berperan dalam pengembangan pengetahuan pada era tersebut diantaranya Gallileo Galillei (1564-1642) yang memperkenalkan metoda eksperimen dengan mempergunakan model. Pengunaan model dalam bereksperimen dalam ilmu pengetahuan merupakan langkah maju, yang berupaya memecahkan masalah tidak hanya bertitik tolak dari metode deduksi dan induksi semata. Langkah ini sangat menunjang pemikiran desain modern dikemudian hari. Penciptaan sebuah desain yang baik, yang dibarengi dengan penggunaan model sebagai titik tolak memungkinkan dalam menentukan alternatif bentuk dan kemungkinan pengembangannya. Pada era modern penggunaan model berkembang dengan pesat dan muncul banyak varian tergantung pada kasus yang ditangani, mulai dari model analog hingga model digital.
Rene Descartes (1556-1650) merupakan peletak dasar berfikir secara rasional. Descartes diakui sebagai bapak filosofi modern. Tujuannya adalah mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan yang lengkap dan eksak yang diperoleh dari penyelidikan terhadap gejala alam (Bertens, 1976: 44). Menurut Descartes yang utama adalah nalar manusia dan ia mengandalkan matematika, yang dianggap sebagai induk berfikir. Metode berfikir dari Descartes dikenal dengan istilah metode cartesian. Menurutnya seluruh isi dunia dapat dianalisa dengan metode geometris analisis, yaitu dunia terdiri dari eliminasi dasar, yang secara matematis dapat dianalisa. Descartes terkenal dengan ungkapannya Cogito ergo sum (saya menyangsikan maka saya ada), berkenaan dengan hal tersebut Descartes terkenal dengan kesangsiannya terhadap segala sesuatu, kecuali terhadap ilmu pasti.
Pengkritik Descartes yang terkenal adalah G.W. Leibniz (1646-1776), yang beranggapan bahwa Cogito bersifat tertutup, dan hanya jiwa yang dapat membuka realitas secara mutlak. Cogito hanya mengenal dirinya sendiri dan idea-idea disekitarnya, sedangkan dunia materiil dikenal secara tidak langsung melalui idea tersebut. Kritikan-kritikan terhadap rasionalisme, yang mengutamakan rasio sebagai sumber utama pengenalan terhadap pengetahuan, mulai bermunculan. Hal ini yang dikemudian hari memunculkan empirisme di Inggris.
Pada penghujung abad ke-16 era rasionalisme Desacartes digantikan oleh oleh empirisme, yang lebih mengutamakan pengalaman sebagai sumber utama pengenalan terhadap pengetahuan. Pengalaman dianggap sebagai sumber pengetahuan. Thomas Hobbes (1568-1679) menganggap bahwa pengalaman inderawilah yang utama dari pada pendekatan ilmu pasti, sebagaimana yang diutarakan Descartes. Pernyataan Hobes pada gilirannya menjadi petanda materialisme dalam kancah filsafat politik. Sikap saling mengusai dan menaklukkan merupakan salah satu inti penyataan hobbes, yang mengingkari eksistensi manusia sebagai makluk sosial. Pernyataan Thomas Hobbes inilah yang menjadi tanda kemunculan empirisme di Inggris. Empirisme sendiri banyak dilotarkan oleh Francis Bacon, yaitu mengutamakan pengalaman sebagai sumber pengenalan atau pengetahuan. Kemunculan empirisme ini bukan berarti keberadaan rasionalitas menjadi tidak berarti, setidaknya menurut Hobbes, rasionalisme merupakan salah satu cara pandang terhadap empirisme.
Pertentangan antara rasionalisme dan empirisme dijembatani oleh penyataan dari John Locke (1632-1704), yang mengutarakan tentang rasionalisne empiris, yang menyatakan bahwa pengetahuan dari pengalaman dan akal bersifat pasif ketika pengetahuan didapatkan, akal tidak melahirkan pengetahuan sendiri. Pendapat dari Locke mendapat kritikan dari Berkeley (1685-1753), akan tetapi rasionalisme empiris tetap berkembang dan memuncak pada masa David Hume (1711-1776).
Masa setelah Renaisans adalah masa pencerahan atau Enlightenment. Pencerahan merupakan suatu massa yang ditandai oleh keluarnya manusia dari kegelapan melalui aufklarung (pencerahan). Pencerahan dapat diartikan sebagai keluar dari masa akil baliq, yang dianggap sebagai suatu kesalahan, yaitu kesalahan yang tidak mau mempergunakan akal (rasionalitas). Masa pencerahan merupakan tahap penting setelah masa Renaisans.
Penggunaan rasionalisme memuncak setelah timbulnya revolusi industri di Eropa, yang ditunjang oleh semangat positivisme dari August Comte (1798-1857). Positivisme mendasarkan kerjanya pada fakta-fakta. Semangat positivisme dituangkan dalam bentuk ‘penyatuan’ beragam ilmu pengetahuan dan filsafat atas dasar kesamaan faktuil dan pengalaman objektif. Semangat positivisme tampak pada semangat era revolusi industri, yang berupaya mempersatukan beragam ilmu pengatahuan sebagai upaya menciptakan inovasi dan teknologi baru. Revolusi industri tersebut berlangsung mulai dari abad ke-18 hingga menjelang abad ke-19. Pada masa tersebut ilmu pengetahuan diangkat sebagai sesuatu yang empiris (dapat dibuktikan), dan menutup terhadap pengalaman yang sifatnya subjektif atau cenderung ke arah metafisika.
Revolusi industri, yang salah satu karya monumentalnya ditemukan mesin uap, pada hakekatnya menggantikan posisi tenaga manusia dan binatang pada sektor manufaktur. Fenomena revolusi industri pada gilirannya mengakibatkan banyak tenaga buruh yang mengganggur di satu sisi, sedangkan disisi yang lain munculnya gelombang industrialisasi yang terbebas dari hambatan geografis. Timbulnya revolusi industri pada gilirannya menimbulkan gelombang anti industri. Penentangan terhadap industrialisasi pada hakekatnya merupakan penentangan terhadap hilangnya aspek humanisme dalam era industri. Pada konteks ini muncul beberapa pemikiran untuk memunculkan kembali sisi humanisme yang mulai ditinggalkan. Isyu ini mulai mengemuka ketika gelombang anti industri juga didukung oleh para seniman dan perajin. Pada sisi filsafat, konsep tentang materialisme mulai mengemuka. Materialisme pada hakekatnya menyikapi hilangnya dimensi manusia dalam sains dan filsafat, walaupun pada prakteknya meterialisme terbagi dalam dua kepentingan yang berbeda. Tokoh materilisme yang utama adalah Karl Marx. Filsafat Marx yang diintroduser dari filsafat Hegel, pada gilirannya mengilhami karya-karya konstruktivisme Rusia dan beberapa karya desain yang beraliran realisme sosialis.
Kelahiran Desain Modern pada hakekatnya merupakan akibat langsung dari perkembangan ekonomi, politik, sosial, dan ilmu pengetahuan yang tengah berlangsung. Penyebaran sains dan gelombang penemuan dan pemikiaran yang merupakan hasil nyata dari renasians di Eropa turut mempengaruhi sendi-sendi budaya yang telah relatif mapan. Pada masa tersebut para seniman dan perajin telah memperoleh tempat yang relatif layak, yang disejajarkan dengan para pengajar dan humanis yang bergerak dibidang teori. Pada masa pra Renaisans seniman sebagimana para artisan lainnya menempati posisi yang lebih rendah dibanding dengan kalangan yang bergerak dibidang teori.
Era Modern Awal dan Gerakan dalam Seni dan Desain
Revolusi industri yang terjadi, khususnya di Inggris, telah menggeser posisi seniman yang relatif baik. Pada era tersebut posisi seniman dan para artisan lainnya menjadi terpinggirkan. Hal ini tampak jelas dalam proses mekanisasi produk-produk manufaktur, yang didalamnya termasuk mekanisasi produk-produk kerajinan. Sesuatu yang sebelum masa revolusi industri masih dikerjakan oleh seniman atau artisan, lambat laun tergeser oleh teknologi. Hal tersebut merupakan suatu yang ironis, mengingat teknologi dilahirkan atas kerja sama antara seniman dibidang praktisi, dan pengajar dan pemikir dibidang teoritis pada era sebelumnya.
Pergeseran yang terjadi akibat revolusi industri adalah tumbuhnya komsumerisme dalam masyarakat. Akibat lain dari revolusi industri menurut Framton adalah adanya lompatan budaya (1750-1900), timbulnya semangat perluasan wilayah (1800-1909), dan perekayasaan industri (1775-1939). Tergesernya seniman akibat revolusi industri memunculkan gerakan anti industri, yang dipelopori oleh John Ruskin dan William Morris (1850-1900). Gerakan anti industri, menyebut dirinya dengan Arts and Craft movement, yaitu gerakan yang berusaha memunculkan kembali seni abad pertengahan, dengan tujuan mempertahankan nilai kriya, makna dekoratif, dan estetika konservatif. Gerakan arts and craft ini berusaha mempertahankan barang buatan tangan. Semangat yang dibawa gerakan ini adalah aspek humanisme dalam sebuah produk yang dirasakan hilang, disamping hilangnya beberapa ornamen yang menjadi karakter keagungan seni kriya Erapa. Mekanisasi produksi tidak memungkinkan penambahan ornament yang rumit dan tidak perlu. Ornamentasi tidak mungkin dilakukan mengingat kapasitas mekanisai produk massal tidak memungkinkan membuat sesuatu yang tergolong rumit.
Setelah gagalnya gerakan arts and craft kemudia disusul kemunculan Art Nouveau (1890-1905). Gerakan ini bersifat lebih rasional dan berupaya mengikuti bakuan industri. Art Nouveau ditandai dengan munculnya bentuk organis yang distilasi dan diabstraksi, yang lebih banyak mempergunakan material logam tempa dan cor. Art nouveau berupaya memulihkan karakter seni kriya Eropa yang cenderung dekoratif dan glamour dalam mekanisme industri yang cenderung organis. Konsep yang dibawa Arts Nouveau merupakan upaya pengangkatan kembali kebesaran budaya Baroque dan Rococo, serta berupaya mengangkat fenomena nilai-nilai estetika ketimuran yang mulai mengemuka sebagai akibat ekspansi perluasan wilayah ke Asia dan Afrika.
Pada awal abad ke-20 gerakan Art Nouveau telah memasuki hampir keseluruhan seni dunia. Keemasasan Art Nouveau berakhir setelah masyarakat merasakan kejenuhan terhadap karya-karya yang ditawarkan. Kuatnya penetarsi industri dalam desain yang mengakibatkan sisi ornamen mulai terpinggirkan. Hal ini terbukti dengan mulai ditinggalkannya unsur-unsur hiasan yang menjadi ciri Art Nouveau. Pada saat yang bersamaan fenomena Horor Vacui dan gagasan ornament and crime dari Adolf loss, mulai menguat, sehingga sisi ornamen diindentikan dengan situasi primitif dan keterbelakangan. Gagasan Loos tentang ornamen pada dasarnya ditujukan kepada kelompok Seccession yang dinilai mendua terhadap ornamen. Seccession merupakan sebuah gerakan dalam arsitektur Austria yang berupaya menghidupkan kembali seni Neoklasik.
Pada sisi lainnya berkembangnya industrialisasi menuntut konsep-konsep baru dalam desain, yang selama ini lebih mengacu pada kebesaran seni abad pertengahan. Pikiran-pikiran tentang modernisme menutut bentuk desain dan konsep estetika baru.
Berakhirnya art nouveau merupakan permulaan munculnya modernisme (1900-1917). Masa peralihan tersebut disebut dengan proto modernisme. Proto modernisme merupakan istilah yang diberikan Penny Sparke (1986), terhadap gejala-gejala desain diawal abad 20, yang mengarah pada kecenderungan mekanisasi produksi yang berupaya mengeliminasi ormanen dan dekorasi yang berlebihan.
Pada tahun 1900 Van de Velde dan Herman Munthesius membentuk sebuah organisasi yang berupaya membangun keserasian antara seni dan industri, yaitu Deutsche Werkbund. Pada tahun 1907 organisasi ini bertugas menyusun standar seni Jerman. Menurut Fredrich Naumann dalam dunia industri perlu adanya penggabungan selaras antara seniman, produsen, dan pejual. Keterpisahan ketiganya merupakan akibat dari berakhirnya seni kriya Eropa, sebagai konsekwensi munculnya industri secara besar-besaran, oleh karena itu estetika baru harus segera ditemukan, dengan memanfaatkan mesin-mesin yang telah ada (Sparke, 1986).
Deutsche Werkbund didirikan pada masa proto modernisme (1907) di Jerman, merupakan lembaga yang berupaya menyeleraskan antara seni, industri dan ketrampilan. Upaya Deutsche Werkbund tersebut ternyata menemui kegagalan, yang terutama diakibatkan oleh ketidaksesuaian ideologi antara Herman Munthesius dan Henry van de Velde. Konsep pemikiran Munthesisus adalah unsur artistik, budaya, dan ekonomi harus menyatu dalam seni terapan. Menurut Munthesius tidak mungkin merubah seni Jerman secara langsung melainkan bagaimana mengubah sesuatu melalui karakter generasi yang hidup pada kurun waktu tertentu. Berkaitan dengan hal tersebut pengungkapan masalah artistik perlu dikaitkan dengan kebangsaan atau nasionalisme. Pikiran-pikiran tersebut mengemuka mengingat pada kurun waktu yang sama industri wilayah Jerman berkembang dengan pesat, tetapi pada sisi lainnya memunculkan semangat separatisme dibeberapa bagian. Pada kurun tersebut Jerman masih berbentuk negara-negara kecil yang cenderung bermusuhan. Federasi Jerman baru terbentuk setelah perang dunia I.
Van de Velde mengungkapkan bahwa seni dan industri tidak mungkinn dapat digabungkan dan bekerja sama demi kepentingan nasional. Industri tidak dapat dikorbankan demi mengejar estetika dan keuntungan. Pertentangan tersebut dianggap sebagai tonggak ketidakmampuan Deutsche Werkbund dalam menjembatani kepentingan seniman dan kebebesan berpekspresi yang semakin menguat. Prinsip-prinsip tentang kebebasan berekspresi ini banyak dilhami oleh konsep rasionalisme empiris yang mulai mengemuka di Jerman.
Berakhirnya Deutsche Werkbund mulai bermunculkan gerakan seni yang berpatokan pada penemuan dibidang ilmu pengetahuan. Diantaranya kelahiran kubisme yang diilhami oleh fisika analitis, surealisme yang ilhami oleh psikoanalisa dari Frued, dan juga futurisme yang mendapat ide dari konsep mekanisasi dan percepatan. Kelahiran desain modern pada sekitar tahun 1918 dibarengi dengan munculnya estetika mesin pada tahun 1920. Pada tahun-tahun tersebut bermunculan beberapa gerakan dalam seni dan desain yang cenderung berkiblat dalam konsep realisme sosialis, yang salah satunya ilhami oleh konsep filsafat materialisme. Estetika mesin dipicu oleh kehancuran akibat perang dunia I. Akibat perang ini memunculkan upaya antuk memproduksi barang secara besar-besaran. Fenomena ini mengisyaratakan bahwa kelahiran desain modern dilatar belakangi oleh perkembangan yang sangat pesat dibidang ilmu pengetahuan.
Penutup
Uraian tersebut berusaha menjabarkan secara singkat kelahiran desain modern yang diawali oleh munculnya proto modern sebagai akibat dari perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang tengah terjadi. Pemikiran-pemikiran yang muncul dimasa Yunani digali kembali pada massa Renaisans dan di lanjutkan hingga era revolusi industri.
Pertentangan-pertetangan yang muncul terhadap teori-teori pengetahuan sebelumnya menyiratkan bahwa terdapat upaya perombakan kearah kemajuan terhadap pola pikir yang mengandalkan rasionalitas. Metode berfikir dari Plato, Aristoteles hingga Descarates, Hobbes, dan John Locke merupakan runtutan yang menghadirkan revolusi industri di kemudian hari. Revolusi industri dengan ditemukannya mesin uap secara tidak langsung mengakibatkan posisi artisan dan para seniman menjadi terancam.
Ancaman industri ini yang memunculkan gelombang anti industri, yang berupaya memulihkan kembali peran seniman, dengan penciptaan barang-barang yang mengandalkan buatan tangan. Gerakan anti industri, yang disusul oleh gerakan art nouveau, mengalami kegagalan menjelang penghujung abad ke-19.
Menjelang abad ke-20 muncul gerakan Deutsche Werkbund, yang berupaya menyelaraskan seni dengan industri. Gerakan inilah yang menjadi cikal bakal munculnya desain modern. walaupun pada akhirnya gerakan ini dinilai gagal, tetapi kemunculannya merupakan tonggak penting terhadap kelahiran desain modern, yang disusul dengan prisip esetika mesin pada tahun 1920. Prinsip esetika mesin inilah yang menjadi titik mula kelahiran desain modern.
DAFTAR RUJUKAN
Bertens, K. 1976. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.
Blackie and Son Ltd. 1977. Topics in Art History The 20th Century. Glasgow: Blackie and Son Ltd.
Heskett, John. Tanpa tahun. Desain Industri. Terjemahan oleh Inddes. 1980. Bandung: Rajawali.
Lamm C. Robert. 1988. Humanities in Western Cultural A Search for Human Values. Iowa: WM C. Brown Publisers.
Sparke, Penny. 1986. An Introduction to Desain and Cultural in Twentieth Century. London: Allen and Un Win.
Walker, John. 1989. Design History and the History of Design. London: Pluto Press.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar